Halaman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Sapi Kurban Untuk Ina


Hari ini adalah hari raya Idul Adha. Merupakan harapannya setiap tahun karena pada hari inilah Ina dapat menghapus rasa kangennya untuk melahap daging sapi yang dia suka. Ina tak seberuntung kita kawan, daging sapi adalah makanan langka bagi keluarga Ina. Setiap harinya Ina dan keluarga hanya bisa makan nasi dicampur garam dengan lauknya sepotong kerupuk, atau jika ada uang lebih bisa makan ikan asin dicampur sambel. Itu adalah menu andalan Ina sekeluarga. Sebenarnya makanan favorit Ina adalah sate daging sapi, namun menu itu hanya bisa dia santap jika di hari raya kurban. Itupun hanya dua tusuk saja karena dia harus berbagi dengan bapak, emak juga kedua abangnya. Namun itu sudah kebahagiaan yang tak terkira bagi Ina. Cukuplah setahun sekali untuk memupuk rasa kangen pada daging sapi.

Siang ini Ina yang sudah selesai solat Ied, bergegas lari menuju mesjid yang biasanya menjadi tempat pemotongan hewan kurban. Rasa gembiranya bertemu sapi sudah dia nantikan dari semalam. Ina pergi diam-diam dari rumah, karena dia yakin jika emak bapaknya tau pasti akan menegurnya. Walaupun hidup dengan kekurangan emak bapak selalu mengajarkan Ina dan abang-abangmya untuk menjadi orang yang mandiri, meminta bahkan mengemis adalah pantangan terbesar dalam prinsip emak dan bapak. Pernah suatu hari bang Said dimarahi bapak karena ketahuan meminta sepatu bekas pada temannya. Hari itu juga bang Said diminta bapak untuk mengembalikan sepatu pemberian temannya,
"Kalaupun hidup miskin kita jangan hidup menjadi pengemis! kalo ada yang memberi kita boleh terima, tapi jangan pernah meminta!"

Kata-kata itu sangat terngiang di kepala, makanya Ina tidak berani bilang kemana ia akan pergi siang ini. Ina tak ingin melewatkan kesempatan dia melahap daging sapi hari ini, yang sudah dinantinya dari lebaran Adha yang lalu.
***

Rabu, 27 Oktober 2010

Dosaku untuk Bapak

"Rasanya aku sedang muak. Ingin marah dan memuntahkan semua yang ada di kepala. Aku kesal, benci, benci sebenci bencinya sama bapak. Tega teganya bapak berbuat ini, mempermalukanku, membuat teman2 ku mengolok-olok ku. Aku benci sama bapakkk!"

Aku berteriak di depan wajah bapak yang sedang tak ingin aku anggap bapak, rasanya tak ingin lagi melihatnya. Aku tak menghiraukan suara tangis ibu yang tersedu sedan di pojok ruang tunggu. Aku luapkan amarahku pada bapak, biar bapak tau aku sangat kecewa.
Bapak hanya terdiam, menunduk dalam. Tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Sesekali dia menghela nafas seolah nafasnya begitu berat. Tapi aku sedang tidak peduli itu. Aku sangat kesal.

Setelah puas memaki, aku pergi tanpa pamit jangankan salam melihat wajahnya saja aku tak ingin. Kubiarkan ibu tetap menangis disana. Wanita memang cengeng, tak bisa diharapkan. Situasi begini hanya bisa menangis. Semakin membuatku ingin marah.
Rasanya aku menjadi haus. Bukan air minum yang aku cari tapi minuman yang bisa membuatku lupa akan semua omong kosong ini. Aku menghambur masuk ke tempat karaoke favoritku bernyanyi sambil minum sampai benar-benar mabuk. Rasanya lidahku sudah pahit, perutku juga terasa panas tapi aku ingin tetap minum. Aku minum sepuasnya sampai aku tak sadarkan diri.
 ***

Selasa, 26 Oktober 2010

Teror Dalam Kehidupan Sari


Di tengah rasa kantuknya Sari terpaksa bangun dan menyeret langkah kakinya yang berat. Dia tau sekarang ini kondisinya sangat berubah. Dia tidak lagi menjadi anak manis yang bisa tidur pulas seenaknya. Dia juga tidak lagi menjadi anak yang selalu dengan mudah menadahkan tangan meminta uang saku pada orang tuanya.
Kepergian orangtuanya untuk selamanya memaksanya untuk menjadi anak mandiri. Membanting tulang untuk menghidupi dirinya dan adiknya yang masih berumur empat tahun. Semestinya tidak janggal melihat orang bekerja untuk membiayai kehidupannya. Tapi untuk kasus Sari benar-benar janggal. Sari masih berusia 12 tahun. Jika sekolahnya dilanjutkan dia masih bisa duduk di kelas 1 SMP. Tapi sekolah hanya jadi tinggal kenangan untuk Sari. Dia harus bekerja demi dia dan adiknya. Kepergian orang tuanya yang sangat tragis merenggut semua kebahagiaan dia dan adiknya.